Phinisi sekarang menjadi tradisi bahari yang canggih. Arsitekturnya unik karena menggabungkan gaya bangunan kuno yang biasa ditemukan di masyarakat Bugis Makassar.
Selain itu, mereka menggunakan desain kapal modern dari Amerika dan Eropa dari abad ke-19.
Kombinasi Teknologi Modern dan Desain Abadi
Apa itu Phinisi? Pinisi kayu yang berasal dari Indonesia dahulunya digunakan untuk mengangkut rempah-rempah, bahan tekstil, dan kayu cendana. Pembuat perahu di Sulawesi membutuhkan bertahun-tahun untuk membuat kapal tersebut.
Masyarakat saat ini menggunakan kapal pesiar Phinisi kontemporer untuk aktivitas seperti menyelam, berlayar, dan bahkan berlibur. Kami menggunakan kayu jati dan ulin halus dari Indonesia sebagai bahan.
Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan pintar modern, Anda dapat memilih dari berbagai desain dan penyelesaian akhir.
Misalnya, Anda dapat mempertimbangkan area yang sangat luas untuk bersantai atau yoga, atau Anda mungkin lebih suka suite tidur malam yang mewah dan kedap suara.
Selain itu, gedung baru ini memiliki sistem teknologi modern yang memastikan kualitas terbaik, keberlanjutan, efisiensi, dan kenyamanan.
Kisah Phinisi: Kisah ini tentang Phinisi Indonesia dapat dijelaskan seperti berikut.
Borobudur—Pada tahun 1412, layar dan kapal tradisional Indonesia pertama kali dilihat di Candi Borobudur.
Jika Anda melihat ukiran relief di sekitar candi, Anda akan melihat beberapa panel yang menunjukkan kapal-kapal yang menyeberang ke Indonesia.
Kapal-kapal tersebut mengangkut pengikut Buddha yang sedang mencari pencerahan melalui lautan.
Majapahit 1620
Kapal Borobudur adalah salah satu dari banyak kapal kayu yang digunakan oleh Angkatan Laut Majapahit. Untuk informasi, jong adalah sumber utama kekuatan angkatan laut Kerajaan Majapahit.
Jong, Jung, atau djong adalah nama kapal kuno yang berasal dari Jawa yang banyak digunakan oleh para pelaut Melayu dan Jawa.
Awal Abad ke-20–1920: Kapal Phinisi pertama dari Sulawesi dibangun sekitar tahun 1906. Ini adalah kapal dagang tanpa mesin yang dirancang dan dilayari berdasarkan budaya pelaut abad ke-20 di Sulawesi Selatan.
Mereka memiliki galah yang berdiri permanen dan perahu layar atas yang tinggi dan kuat.
Sejarah Phinisi: Kapal Tradisional Sulawesi: Phinisi berasal dari Sulawesi Selatan
Selain itu, orang pertama yang membuat kapal ini adalah suku Konjo, yang tinggal di Kabupaten Bulukumba pada abad ke-19.
Para pelaut suku itu memiliki ide yang bagus. Mereka menggunakan kombinasi rig sekunar Barat dan tradisional.
Untuk informasi, mereka menamakannya rig Pinisi karena berasal dari dua kata: picuru dan binisi.
“Picuru” berarti “contoh yang baik”, dan “binisi” berarti “ikan kecil dan lincah”. Nama ini diberikan oleh raja untuk menghormati penemuan para pelaut.
Suku Konjo menggunakan perahu ini untuk berpergian dan memancing. Ingatlah bahwa Phinisi memiliki lambung kapal yang unik yang dapat menampung barang berukuran besar.
Hanya kabin kapten yang ada di bagian buritan, jadi kru tidur di dek atau ruang kargo.
Mereka menggunakan layar yang disebut nade. Ini diilhami oleh kapal-kapal Barat.
Desain Kapal Phinisi: Pada awalnya, Phinisi Indonesia memiliki dua tikar dan tujuh hingga delapan layar, berbeda dengan kapal-kapal Barat yang memiliki tiga tikar.
Sementara layarnya berbaris di tengah, tiang depannya sedikit lebih tinggi daripada tiang buritannya.
Setiap tiang memiliki segitiga kecil dan di bagian bawahnya ada layar persegi panjang besar dengan layar besar.
Layar tambahan, yang biasanya terdiri dari tiga atau empat layar segitiga kecil, terikat erat ke cucur dari tiang depan.
Untuk informasi, kapal Phinisi standar memiliki panjang sekitar 20 hingga 35 meter, tetapi ada jenis yang lebih kecil yang dibuat khusus untuk memancing, panjangnya hanya 10 meter. Contohnya salah satu Liveaboard Raja Ampat yang menjadi phinisi moderen digunakan untuk menyelam di spot diving.
Selain itu, model terbarunya mencapai 50 meter dan dapat menampung sekitar 30 orang, tetapi Phinisi ini sangat langka dan sebagian besar dirancang untuk perjalanan kapal pesiar mewah.